BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bahasa
adalah bunyi yang bersifat arbitrar, digunakan oleh manusia sebagai alat
komunikasi antar sesama dan memiliki makna. Bahasa merupakan hasil dari pembiasaan
(language is habit) tanpa pembiasaan tidak akan ada bahasa, bahasa
memiliki berbagai fungsi dan karakteristik, salah satunya adalah kreatif dan
mengikuti zaman dengan kata lain bahasa merupakan suatu yang dinamis.
Bahasa Arab merupakan salah satu
bahasa Intenasional yang digunakan oleh ummat manusia untuk berkomunikasi
antar satu sama lain, di dalam buku The arabic language dinyatakan bahwa
bahasa Arab telah digunakan oleh lebih dari 150 juta orang sebagai bahasa ibu
atau bahasa sehari-hari mereka, dan tidak ada bukti dokumentasi yang
menyatakan bahwa bahasa Arab adalah bahasa tertua apabila dibanding dengan
bahasa lainnya, namun juga tidak dapat dipastikan bahwa bahasa Arab jauh lebih
muda dibanding bahasa lainnya.
Bahasa Arab
bukanlah “bahasa Asing” yang benar-benar asing bagi ummat Islam pada
khususnya karena pada hakikatnya bahasa arab adalah bahasa yang menjadi
muatan dari kebutuhan Ummat Islam hal ini sesuai dengan salah satu fungsi
bahasa yaitu yaitu alat pada Spiritualitas.
Berbicara mengenai perkembangan
bahasa Arab di Timur tengah maka tidak bisa lepas dari perbincangan tentang
perkembangan Islam sebagai agama mayoritas masyarakat Arab, oleh karena itu membahas perkembangan bahasa Arab sejalan
dengan periode sebelum dan setelah datangnya Islam sampai pada saat ini.
Pengetahuan tentang perkembangan
studi bahasa Arab di timur tengah diharapkan dapat menjadi gambaran bahwasanya
bahasa arab adalah bahasa yang terus berkembang di seluruh penjuru dunia.
Fakta telah menunjukkan bahasa Arab sudah mulai dikenal sejak masuknya
Islam ke wilayah tanah air nusantara. Bagi bangsa Indonesia khususnya umat
islam bahasa Arab bukanlah bahasa asing karena muatannya menyatu dengan
kebutuhan umat islam, saynagnya sikap dan pandangan sebagian kaum muslim
Indonesia masih beranggapan, bahasa Arab hanyalah bahasa agama, sehingga
perkembangan bahasa Arab terbatas di lingkungan kaum muslimin yang ingin
memperdalam ilmu pengetahuan agama.
Hanya lingkungan kecil yang menyadari betapa bahasa Arab-selain sebagai
bahasa agama- merupakan bahasa Ilmu pengetahuan dan sain yang berhasil
melahirkan karya-karya besar ulama di berbagai bidang ilmu pengetahuan,
filsafat, sejarah, dan sastra.Karena itu tidaklah berlebihan bila dikatakan,
bahasa Arab merupakan peletak dasar bagi pertumbuhan ilmu pengetahuan modern
yang berkembang cepat dewasa ini.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana pengaruh bahasa Arab di Indonesia?
2. Apa metodologi
pembelajaran bahasa Arab di Indonesia?
3. Bagaimana permasalahan pembelajaran bahasa Arab
di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami
bagaimana pengaruh bahasa Arab di Indonesia.
2. Untuk mengetahui metodologi dari
penggunaan bahasa Arab disekolah diIndonesia
3. Untuk
mengetahui permasalahan pembelajaran bahasa Arab di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengaruh Perkembangan
Bahasa arab di Indonesia
Sejarah perkembangan bahasa Arab di
Indonesia dimulai sejak masyarakat Indonesia mulai memeluk Islam. Dalam hal ini
bahasa Arab dipelajari semata-mata sebagai alat untuk mempelajari dan
memperdalam pengetahuan Islam, baik disurau, masjid, pondok pesantren, maupun
madrasah-madrasah.
Sejak zaman penjajahan Belanda,
banyak sekali mahasiswa Indonesia yang melanjutkan dibeberapa perguruan tinggi
di Timur Tengah. Mereka pada umumnya,
mempelajari bahasa Arab bukan semata-mata sebagai alat, melainkan sebagai tujuan.
Karena itu, setelah studi mereka berhasil, banyak diantara mereka yang
tergolong ahli bahasa Arab dan mampu menggunakan bahasa Arab secara aktif
karena menguasai empat segi kemahiran bahasa : menyimak (mendengar),
berbicara, dan menulis.
Setelah mereka pulang ke tanah air,
mereka mengusahakan pembaharuan metode untuk pengajaran bahasa Arab. Dengan
metode tersebut, mereka berhasil menumbuhkan pengertian bahwa bahasa Arab
(Fusha) perlu- untuk tidak menyebut harus- dipelajari juga sebagai tujuan,
yakni untuk membentuk ahli-ahli bahasa Arab dan menghasilkan alumni yang mampu
menggunakan bahasa Arab secara aktif sebagai alt komunikasi untuk berbagai
keperluan.
Setelah pengertian dan kesadaran
tersebut meluas, para ahli bahasa arab di Indonesia terdorong untuk segera
mengajarkan bahasa Arab untuk melalui
metode yang waktu itu dianggap terbaru
dan paling sesuai agar bahasa Arab
dipelajari juga sebagai tujuan (baca: sebagai kebutuhan), selain sebagai alat.
Pengertian bahasa Arab dengan metode dan untuk tujuan tersebut sudah mulai
dilaksanakan dibeberapa madrasah, baik di Sumatra- seperti madrasah at
Thawalib-dan di Jawa- seperti pondok Darussalam Gontor (Ponorogo)
Pengajaran bahasa Arab (Fusha) yang
dipelajari di Indonesia dimaksudkan untuk mencapai dua tujuan.
Pertama, Sebagai alat
untuk mempelajari dan memperdalam pengetahuan Islam seperti di
madrasah-madrasah (negeri atau swasta), pondok pesantren, dan Perguruan Tinggi
Agama Islam (negeri atau swasta).
Kedua, sebagai
tujuan, yaitu membentuk tenaga-tenaga ahli bahasa arab atau untuk menghasilakan
alumni yang mampu menggunakan bahasa Arab secara aktif sebagai alat komunikasi
untuk berbagai keperluan.
B.Metodologi pembelajaran bahasa Arab di Indonesia
Secara umum,
penerapan metode pembelajaran bahasa Arab yang dikembangkan dipesantren-
pesantren dan lembaga pendidikan,
termasuk perguruan tinggi Islam masih menitikberatkan pada metode gramatika –
terjamah. Ini terbukti dari ciri-ciri khusus yang telah dikembangkan, sebagai
berikut.
Pertama, pemberian
keterangan kaidah-kaidah tata bahasa oleh para pengajar dan penghafalan
kaidah-kaidah tersebut oleh para pelajar
Kedua, penghafalan
kata-kata tertentu yang kemudian dirangkaikan menurut kaidah-kaidah tata bahasa
yang berlaku.
Ketiga, kegiatan
kegiatan menerjemahkan kata demi kata, dan kalimat demi kalimat dari bahasa
Arab ke bahasa pelajar dan sangat kurang sebaliknya yakni dari bahasa pelajar
ke dalam bahasa Arab.
Keempat, latihan
untuk kemahiran menggunakan bahasa secara lisan sangat kurang, kalaupun
diberikan, frekuensinya hanyalah sesekali dengan cara-cara yang membosankan
karena tidak ada variasi.
Kelima, kurang
menggunakan alat peraga atau alat bantu yang dapat didengar-dilihat
(audio-visual aids). Gambar yang digunakan bersifat ilustrasi dari pada untuk
pengajaran.
Keadaan ini
menunjukkan, lulusan lembaga-lembaga pendidikan agama itu masih produk
pengajaran bahasa Arab yang didasarkan
atas informating approach dan metode gramatika tarjamah. Padahal approach dan
metode terhadap kurikulum bersifat disintegrasi, yakni tidak mempunyai hubungan
yang erat antara pelajaran bahasa Arab dengan mata ajar lainnya. Mata ajar
bahasa Arab dipecah –pecah secara tajam
dalam bagian yang terpisah-pisah, sedangkan kemahiran bahasa tidak diberikan.
Dengan perkataan lain, pelajaran bahasa Arab disampaikan lebih bersifat
teoritis karena lebih mengutamakan
pembentukan ahli ilmu bahasa, bukan pembentukan manusia yang mampu
berbahasa.
C. Permasalahan Pembelajaran Bahasa Arab di Indonesia.
Permasalahan
yang dihadapi dalam pembelajaran bahasa arab di Indonesia seperti bahasa asing
lainnya, meliputi dua hal; permasalahan kebahasaan dan nonkebahasaan.
Permasalahan non kebahasaan ada yang bersifat sosiologis, psikologis,
metodologis dan sebagainya. Adapun permasalahan kebahasaan berkaitan dengan
unsur-unsur bahasa: tata bunyi, kosa kata tata kalimat, makna dan tulisan.[1]
1. Permasalahan kebahasaan
Permasalahan kebahasaan merupakan kesulitan yang dihadapi
siswa ketika mempelajari unsure-unsur bahasa tujuan. Kesulitan itu timbul
karena apa yang ada pada bahasa tujuan sangat atau agak berbeda dengan apa yang
ada pada bahasa pertamanya, baik pada dataran bunyi, kata, struktur, arti, dan
tulisan. Berdasarkan kenyataan itulah ada suatu premis yang menyatakan bahwa
mudah sulitnya belajar bahasa asing bergantung pada perbandingan sistemik
antara bahasa siswa dengan bahasa tujuan.Namun ada pula yang menganggap bahasa
ibu juga dapat mendukung pembelajarab bahasa asing.
2.Permasalahab nonkebahasaan.
Di antara persoalan
nonkebahasaan yang sangat penting dan perlu diungkapkan adalah yang bersifat
politis, psikologi, dan metodologis. Kesemuanya akan dibahas berikut ini
1) Posisi
bahasa Arab.
Dalam
dokumen Politik Bahasa Nasional (PBN) tahun 1975 (masa orde baru), bahasa arab
sama sekali tidak disebut. Dalam rumusan mengenai bahasa asing, tertulis “Di
dalam hubungannya dengan bahasa Indonesia, seperti bahasa Inggris, Prancis,
Jerman, Belanda, dan bahasa lainnya kecuali bahasa Indoonesia dan bahasa daerah
serta bahasa melayu, berkedudukan sebagai bahasa Asing. Kedudukan ini
didasrakan atas kenyataan bahwa bahasa asing tertentu itu diajarkan di
lembaga-lembaga pendidikan pada tingkat tertentu…” Kedudukan Bahasa Arab
seebagai bahasa asing dapat disimpulkan secara implicit dari frasa “dan bahasa
lainnya.” Ditinjau dari fungsinya, bahasa asing
adalah sebagai:
a.
Alat penghubung antar bangsa.
b. Alat pembantu
pengembangan bahaasa Indonesia, dan
c. Alat
pemanfaatan iptek untuk pembangunan Nasional.
Fungsi
bahasa arab seperti telah dipaparkan sebelumnya sudah cukup menjadi alasan
untuk tidak memarjinalkannya dalam politik bahasa nasional. Kenyatssn seperti
itu tampaknya telah mulai disadari sejak bergulirnya mas reformasi. Karena itu, di antara rumusan hasil seminar “Politik Bahasa Nasional”
pada tahun 1999 adalah bahwa Bahasa Arab telah didudukkan sebagai bahas asing
kedua setelah bahasa Inggris. Di samping berkedudukan sebagai bahasa asing,
juga dinyatakan sebagai bahasa agama dan budaya Islam.
2) Rendahnya
motivasi dan minat kepada Bahasa Arab.
Rendahnya minat dan motivasi
belajar bahasa Arab bisa disebabkan oleh beberapa factor. Antara lain rendahnya
penghargaan kepada bahasa arab , disebabkan oleh banyak hal, baik yang objektif
maupun yang subjektif, misalnya:
a. Pengaruh
bawah sadar sebagian orang Indonesia (termasuk yang muslim) yang merasa rendah
diri dengan segala sesuatu yang berbau Islam dan Arab serta mengagungkan segala
sesuatu yang berasal dari Barat.
b. Sikap
Islamophobia, yaitu perasaan cemas dan tidak suka terhadap kemajuan Islam dan
umat Islam, termasuk bahasa Arab karena bahasa Arab dipandang identik dengan
Islam.
c. Terbatasnya
pengetahuan dan wawasan karena kurangnya informasi yang disampaikan kepada
khalayak mengenai kedudukan dan fungsi bahasa Arab; dan
d. Kemanfaatan
bahasa Arab dari tinjauan praktis pragmatis memang rendah dibandingkan dengan
bahasa asing lain terutama bahasa Inggris.
Kalau memang demikian adanya, antusiasme belajar bahasa arab sebagai alat
perlu kiranya untuk ditingkatkan. Hal ini bisa dicapai melalui dua cara:
langsung dan tidak langsung.[2]
Cara langsung adalah dengan memanfaatkan jasa para Ulama’ untuk menjelaskan
arti penting bahasa Arab dalam upaya mempelajari agama Islam, bekerja di negara
Arab dan sebagainya
Cara tidak langsung. Artinya, ikut serta bersama dai dan ulama
menyemarakkan dakwah, mencarikan peluang kerja di Negara Arab, atau
memanfaatkan pejabat dan pengusaha untuk menarik investasi dari Negara-negara
Arab. Semakin semarak bahasa Arab dipelajari sebagai alat, maka semakin semarak
pula bahasa Arab dipelajari sebagai tujuan dan sebaliknya.
3) Permasalahan metodologis.
a.Rendahnya keahlian guru bahasa Arab.
Keahlian (professionalism) adalah
kualitas dan tindak-tanduk yang merupakan ciri sesuatu profesi atau orang yang
berkeahlian.Adapun profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan
keahlian (keterampilan) tertentu.Guru yang berkeahlian adalah guru yang
memiliki kualifikasi pendidikan keguruan yang sesuai dengan bidangnya dan
menunjukkan kualitas dan tindak-tanduk yang sesuai dengan tuntunan keahliannya
tersebut. Guru bahasa arab yang professional harus memiliki kualifikasi sebagai
berikut.[3]
1. Berlatar belakang pendidikan
keguruan bahasa Arab.
2. Memiliki pengetahuan yang
memadai tentang bahasa Arab dan mahir berbahasa Arab.
3.Memiliki pengetahuan
tentangproses belajar-mengajar bahasa Arab dan mampu menerapkannya dalam
pembelajaran.
4. Memiliki semangat dan kesadaran untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan profesinya sesuai dengan perkembangan zaman.
Berdasarkan penelitian terbatas dan pengamatan yang dilakukan pada tahun
1991 secara langsung dilapangan, ditemukanbanyak guru bahasa Arab di jenjang
pendidikan dasar dan menengah yang tidak memenuhi persyaratan profesi. Data
yangditemukan menunjukkan bahwa para
guru bahasa Arab yang berpendidikan SLTA atau pesantren hanya berkisar sekitar
66,6% yang berpendidikan tinggi hanya 22,2% yang berkualifikasi sarjana
pendidikan bahasa Arab. Keadaan serupa mungkin terjadi di daerah lain (dan
besar kemungkinan di lingkungan madrasah keadaannya lebih parah lagi).
b.Kurang tepatnya pendekatan.
Kalau kita telusuri perkembangan pembelajaran bahasa Arab terutama yang berkaitan
dengan metode dan pendekatan yang digunakan, mulai dari pengaruh barat di dalam
dunia Islam umumnya dan dunia Arab khususnya , haruslah diakui bahwa tidak
mudah memperoleh refrensi mengenai perkembangan metode pembelajaran bahasa Arab
yang bersifat spesifik (khas bahasa Arab).
c.Ketidaktegasan
dalam sumber seleksi materi.
Bahasa Arab fusha dalam perkembangannya mengalami
pergolakan-pergolakan, terutama sekali dari pengumulannya dengan bahasa Arab ‘ammiyah
sampai munculnya bahasa Arab tengah yang kemudian dinamakan bahasa Arab
modern.Kemunculannya ini dapat meredam pergolakan kebahasaan di kalangan bahasa
Arab sendiri. Tetapi pergolakan tetap berlaku di kalangan muslimin dengan motif
belajar bahasa Arab yang telah disebutkan di depan. Yang mengharuskan mereka
menguasai dua bahasa Arab, klasik dan modern.
tujuan pengajaran bahasa Arab memiliki dua arahbahasa
Arab sebagai tujuan (memahami kemahiran berbahasa) dan bahasa Arab sebagai alat
untuk menguasai pengetahuan lain dengan menggunakan wahana bahasa Arab. Di
samping itu, jenis bahasa yang dipelajari meliputi dua bahasa: klasik dan
modern.
Penggabungan
ini di satu sisi memiliki kelebihan, karena dapat meberdayakan
kompetensi peserta didik secara komprehensif. Namun di sisi lain, melahirkan
ketidakmenentuan, karena keterbatasan sel-sel otak peserta didik untuk
mengakomodasi keduanya secara bersamaan. Tuntutan materi yang serba meliputi
dan metodologi yang tentu saja bervariasi untuk sebagian kalangan dipandang
melahirkan kegamangan antara keinginan untuk mempertahankan yang lama dan
menggunakan yang baru.[4]
d.Ketidakpaduan kurikulum.
Perlu diingat bahwasannya
bahasa arab sebenarnya telah diajarkan oleh lembaga pendidikan Islam, pada
umumnya sejak usia taman kanak-kanak walaupun masih sederhana. Tujuan utamanya
adalah untuk membaca Al-Qur’an.Ada pula yang sudah mengenalkan kosakata Arab.
Pembelajaran bahasa Arab secara resmi dimulai sejak anak berada di madrasah
tsanawiyah atau sederajat di lembaga pendidikan Islam. Bahasa arab diposisikan
sebagai mata pelajaran wajib. Di sekolah menengah atas di lembaga pendidikan
umum, pelajaran bahasa Arab masuk dalam bahasa pilihan.Sekali lagi, bahasa Arab
diajarkan sejak SLTP sampai perguruan tinggi.[5]
D.Dampak Pemerolehan Bahasa Ibu
(B1)
Keanekaragaman budaya dan bahasa daerah mempunyai peranan dan pengaruh
terhadap bahasa yang akan diperoleh anak pada tahapan berikutnya.Tuturan bahasa
pertama (B1) yang diperoleh dalam keluarga dan lingkungannya sangat mendukung
terhadap proses pembelajaran bahasa kedua (B2) yaitu bahasa Indonesia.
Adapun perkembangan sosial itu sendiri tidak terlepas dari faktor orang-orang yang kehadirannya ada di lingkungan
diri anak. Orang-orang yang dimaksud adalah teman, saudara dan yang paling
dekat adalah kedua orang tua yaitu ayah serta ibunya. Hal ini menunjukkan bahwa
bahasa yang digunakan oleh kedua orang tua sebagai orang yang pertama kali dekat
dengan diri anak ketika menerima bahasa pertama sangat berdampak terhadap anak
dalam tahapan pemerolehan bahasa kedua (B2).
Pemerolehan bahasa pertama anak adalah bahasa daerah karena bahasa itulah
yang diperolehnya pertama kali. Perolehan bahasa pertama terjadi apabila
seorang anak yang semula tanpa bahasa kini ia memperoleh bahasa , Bahasa daerah merupakan bahasa pertama yang dikenal anak sebagai bahasa
pengantar dalam keluarga atau sering disebut sebagai bahasa ibu (B1). Bahasa
ibu yang digunakan setiap saat sering kali terbawa ke situasi formal atau resmi
yang seharusnya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Perolehan bahasa kedua (B2 (bahasa Indonesia)) merupakan sebuah kebutuhan
bagi anak ketika sedang mengikuti pendidikan di lembaga formal. Pada lembaga
formal guru mempunyai pengaruh yang sangat siknifikan sebagai pendidik
sekaligus pengajar di sekolah. Guru dengan konsep dapat digugus dan ditiru oleh anak akan menjadi figur sosok seseorang pengganti orangtua,
oleh karena itu sosok seorang guru dalam kehadirannya di sekolah sebagai rumah
kedua bagi anakmempunyai peranan penting dalam memberikan tuturan bahasa
sebagai contoh bahasa kedua (B2). Penyesuaian antara bahasa ibu (B1) dengan
bahasa kedua (B2) (bahasa
Indonesia) yang dituturkan oleh guru membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh
karena itu, pada kelas rendah (kelas 1—3 SD) masih menggunakan bahasa ibu sebagai
bahasa pengantar pendidikan.
Pada Kelas lanjutan (4—6 SD dan seterusnya) guru akan menggunakan bahasa
Indonesia sebagai penyampai ilmu pengetahuan dan teknologi yang baru oleh anak.
Apabila pada kelas lanjutan guru masih menggunakan bahasa ibu/ bahasa daerah
sebagai bahasa pengantar pendidikan, makadampak negatif yang akan diperoleh anak.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan.
Sejarah perkembangan bahasa Arab di
Indonesia dimulai sejak masyarakat Indonesia mulai memeluk Islam. Dalam hal ini
bahasa Arab dipelajari semata-mata sebagai alat untuk mempelajari dan
memperdalam pengetahuan Islam. Selain itu banyak sekali
mahasiswa Indonesia yang melanjutkan dibeberapa perguruan tinggi di Timur
Tengah, mereka mempelajari bahasa arab sebagai tujuan.
Metode pembelajaran bahasa Arabdi Indonesia yang
dikembangkan dipesantren- pesantren dan
lembaga pendidikan, termasuk perguruan tinggi Islam secara umum masih menitikberatkan pada metode gramatika –
terjamah.
Permasalahan pembelajaran bahasa arab di
Indonesia seperti bahasa asing lainnya, meliputi dua hal:
1. Permasalahan kebahasaan
Kesulitan ini timbul karena apa yang ada pada bahasa tujuan sangat berbeda
dengan bahasa pertamanya, baik pada bunyi, kata, struktur, arti dan tulisan.
2.Permasalahan non-kebahasaan,meliputi:
a.Posisi marjinal bahasa Arab.
b.Rendahnya motivasi dan minat
kepada Bahasa Arab.
3. Permasalahan metodologis, meliputi:
a.Rendahnya
keahlian guru bahasa Arab.
b.Kurang
tepatnya pendekatan.
c.Ketidaktegasan
dalam sumber seleksi materi.
d.Ketidakpaduan
kurikulum.
Sedangkan Keanekaragaman
budaya dan bahasa daerah mempunyai peranan dan pengaruh terhadap bahasa yang
akan diperoleh anak,Tuturan bahasa pertama (B1) yang
diperoleh dalam keluarga dan lingkungannya sangat mendukung terhadap proses
pembelajaran bahasa kedua (B2) yaitu bahasa Indonesia.
B. Kritik dan Saran
Mempelajari dan memahami pengetahuan dan ajaran Islam, yang dengannya
seseorang akan menjadikannya sebagai way of life, dari sumber aslinya
tidak mungkin terjadi kecuali dengan bahasa Arab, meskipun dalam tingkat
minimal. Dengan demikian dapat dikatakan, bahasa Arab sebagai bahasa agama Islam. Sedemikian erat
dan tak terpisahkan hubungan antara
Islam dan bahasa Arab, peranan bahasa Arab
sebagai bahasa ilmu pengetahuan menjadi terdesak sehingga kurang dapat
perhatian.
Karena itu, peringatanterutama kepada pengajar bahasa Arab “ bangkitkan
minat dan gairah belajar untuk mempelajari bahasa arab” hendaknya terus
disosialisasikan dan dijelaskan. Penjelasan itu harus memuat sejarah
perkembangan dan peranan bahasa Arab terhadap ilmu pengetahuan dunia karena
bahsa Arab telah membari sumbangan besar san memegang peranan sangat penting dalam percaturan ilmu
pengetahuan dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Nazri Syakur, Revolusi Metodologi Pembelajaran
Bahasa Arab, Yogyakarta: BiPA, 2010.
Arifin, E. Zaenal dan Farid Hadi,Kesalahan Berbahasa, Jakarta:CV Akademika
Pressindo. 1991.
Effendi,S. Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik dan Benar,Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1994
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,Kamus Besar Bahasa Indonesia,Jakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1995.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,Kamus Besar Bahasa Indonesia,Jakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1995.
Safarina, D. Sopah, dan Indrawati, S,Analisis Kesalahan Berbahasa Ragam Tulis
Siswa Madrasah Ibtidaiyah,2006
[1]Nazri
Syakur, Revolusi Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Yogyakarta: BiPA,
2010). Hlm. 66-67
[3]Effendi,S. Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik dan Benar,(Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya), 1994
[4]Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa,Kamus Besar Bahasa Indonesia,( Jakarta:Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan)1995.
[5]Safarina, D.
Sopah, dan Indrawati, S,Analisis
Kesalahan Berbahasa Ragam Tulis Siswa Madrasah Ibtidaiyah,2006.
No comments:
Post a Comment