BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemerolehan
Bahasa
1.
Pengertian
Pemerolehan Bahasa
Dalam kamus besar bahasa indonesia
pemerolehan diartikan sebagai proses, cara atau perbuatan memperoleh. Pemerolehan
bahasa adalah proses yang berlangsung didalam otak anak-anak ketika dia
memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Istilah pemerolehan dipakai
untuk padanan istilah inggris acquisition, yakni proses penguasaan bahasa yang
dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (native
language).
Bahasa yang diperoleh bisa berupa
vokal yakni pada bahasa lisan atau bunyi ujaran dan bisa berupa isyarat.
Manusia memiliki warisan biologi yang sudah dibawa sejak lahir berupa
kesanggupannya untu berkomunikasi dengan bahasa khusus manusia dan itu tidak
ada hubungannya dengan kecerdasan atau pemikiran. Kemampuan berbahasa hanya
sedikit korelasinya terhadap IQ manusia.
Kemampuan berbahasa anak yang normal
sama dengan anak-anak yang cacat. Kemampuan berbahasa sangat erat hubungannya
dengan bagian-bagian anatomi dan fisiologi manusia, seperti bagian otak
tertentu yang mendasari bahasa dan topografi korteks yang khusus untuk bahasa.[1]
2.
Tahap Pemerolehan Bahasa
Sudah
menjadi kepastian jika seorang anak yang lahir tidak dapat langsung berbahasa
dengan merangkai kata menjadi kalimat sesuai kaidah bahasa tersebut. Selalu ada
tahap untuk mendekati tata bahasa orang dewasa.Ada sementara ahli bahasa yang
membagi tahap pemerolehan bahasa ke dalam tahap pralinguistik dan linguistik.
Akan tetapi, pendirian ini disanggah oleh banyak orang yang berkata bahwa tahap
pralinguistik itu tidak dapat dianggap bahasa yang permulaan karena bunyi-bunyi
seperti tangisan dan rengekan dikendalikan oleh rangsangan (stimulus)
semata-mata, yaitu respons otomatis anak pada rangsangan lapar, sakit,
keinginan untuk digendong, dan perasaan senang.
Oleh karena
itu, tahap-tahap pemerolehan bahasa yang dibahas dalam makalah ini adalah tahap
linguistik yang terdiri atas beberapa tahap, yaitu:
a.
Tahap Pengocehan (Babbling).
Tahap ini
juga dikenal sebagai tahap vokalisasi. Anak menghasilkan vokal dan konsonan
yang berbeda seperti frikatif dan nasal. Adapun umur si bayi mengoceh tak dapat
ditentukan dengan pasti, sedangkan kemampuan anak berceloteh tergantung pada
perkembangan neurologi seorang anak. Begitu anak melewati periode mengoceh,
mereka mulai menguasai segmen-segmen fonetik yang dipergunakan untuk
mengucapkan perkataan.
Mereka
belajar bagaimana mengucapkan sequence of segmen, yaitu silabe-silabe
dan kata-kata. Cara anak-anak mencoba menguasai segmen fonetik ini adalah
dengan menggunakan teori hypothesis-testing. Menurut teori ini anak-anak
menguji coba berbagai hipotesis tentang bagaimana mencoba memproduksi bunyi
yang benar.
b.
Tahap Satu-Kata (Holofrastis)
Tahap ini
berlangsung ketika anak berumur 12-18 bulan yang mana seorang anak mulai
menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang untuk makna yang sama. Mereka
telah mengerti bahwa bunyi ujar berkaitan dengan makna dan mulai menggunakan
kata-kata pertama meski ucapan mereka mengacu pada benda-benda yang ditemui
sehari-hari.
Menurut
pendapat beberapa peneliti bahasa anak, kata-kata dalam tahap ini mempunyai
tiga fungsi, yaitu kata-kata itu dihubungkan dengan perilaku anak itu sendiri
atau suatu keinginan untuk suatu perilaku, untuk mengungkapkan suatu perasaan,
untuk memberi nama kepada suatu benda. Dalam bentuknya, kata-kata yang
diucapkan itu terdiri dari konsonan-konsonan yang mudah dilafalkan seperti m,
p, s, k dan vokal-vokal seperti a, i, u, e, o.[2]
c.
Tahap Dua-Kata, Satu Frase
Tahap ini
berlangsung pada umur 18-20 bulan. Di usia ini, ujaran anak harus ditafsirkan
sesuai dengan konteksnya. Pada tahap ini mereka mulai berpikir “subyek +
predikat” sederhana biasanya terdiri dari kata-kata benda. Misalnya, kata “ani
mainan” yang berarti “ani sedang bermain dengan mainan” atau kata sifat + kata
benda, seperti “kotor patu” yang artinya “sepatu ini kotor” dan sebagainya.
d.
Ujaran Telegrafis
Pada usia 2
dan 3 tahun, anak mulai menghasilkan ujaran kata-ganda (multiple-word
utterances) atau disebut juga ujaran telegrafis. Anak juga telah mampu
membentuk kalimat dan mengurutkan bentuk-bentuknya dengan benar. Pun kosakata
anak berkembang dengan pesat mencapai beratus-ratus kata dan cara pengucapan
kata-kata semakin mirip dengan bahasa orang dewasa.
Ada teori
yang menyatakan bahwa anak memperoleh bahasa adalah dengan cara menirukan.
Namun, Fromkin dan Rodman menyebutkan hasil peniruan yang dilakukan oleh si
anak tidak akan sama seperti yang diinginkan oleh orang dewasa. Ada lagi teori
yang mengatakan bahwa seorang anak belajar dengan cara penguatan (reinforcement),
yakni apabila anak belajar ujaran yang benar akan mendapat pujian, begitupun
sebaliknya. Namun teori ini belum disetujui seratus persen oleh para ahli psikologi
dan ahli psikolinguistik. Yang benar adalah anak membentuk aturan-aturan dan
menyusun tata bahasa sendiri.
3.
Faktor Pemerolehan Bahasa
Anak dalam
memperoleh bahasa pertama bervariasi, ada yang lambat, sedang, bahkan ada yang
cepat. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti yang
dikemukakan oleh chomsky, piaget, lenneberg dan slobin berikut ini:[3]
a. Faktor
alamiah.
Yang dimaksudkan di sini adalah setiap anak lahir
dengan seperangkat prosedur dan aturan bahasa yang dinamakan oleh chomsky
language acquisition divice (lad). Anak tidak dirangsang untuk mendapatkan
bahasa, anak tersebut akan mampu menerima apa yang terjadi di sekitarnya.
b. Faktor
Perkembangan Kognitif.
Perkembangan
bahasa seseorang seiring dengan perkembangan kognitifnya. Keduanya memiliki
hubungan yang komplementer. Piaget mengartikan kognitif sebagai sesuatu yang
berkaitan dengan pengenalan berdasarkan intelektual dan merupakan sarana
pengungkapan pikiran, ide, dan gagasan. Termasuk, kegiatan kognitif; aktivitas mental,
mengingat, memberi simbol, mengkategorikan atau mengelompokkan, memecahkan
masalah, menciptakan, dan berimajinasi. Hubungannnya dengan mempelajari bahasa,
kognitif memiliki keterkaitan dengan pemerolehan bahasa seseorang.
c. Faktor Latar
Belakang Sosial.
Latar
belakang sosial mencakup struktur keluarga, afiliasi kelompok sosial, dan
lingkungan budaya memungkinkan terjadinya perbedaan serius dalam pemerolehan
bahasa anak. Semakin tinggi tingkat interaksi sosial sebuah keluarga, semakin
besar peluang anggota keluarga (anak) memperoleh bahasa. Sebaliknya semakin
rendah tingkat interaksi sosial sebuah keluarga, semakin kecil pula peluang
anggota keluarga (anak) memperoleh bahasa. Hal lain yang turut berpengaruh
adalah status sosial. Anak yang berasal dari golongan status sosial ekonomi
rendah rnenunjukkan perkembangan kosakatanya lebih sedikit sesuai dengan
keadaan keluarganya.
d. Faktor Keturunan.
Faktor
keturunan meliputi:
1)
Intelegensia
Pemerolehan
bahasa anak turut juga dipengaruhi oleh intelegensia yang dimiliki anak. Ini
berkaitan dengan kapasitas yang dimiliki anak dalam mencerna sesuatu melalui
pikirannya. Setiap anak memiliki struktur otak yang mencakup iq yang berbeda
antara satu dengan yang lain. Semakin tinggi iq seseorang, semakin cepat
memperoleh bahasa, sebaliknya semakin rendah iq-nya, semakin lambat memperoleh
bahasa. Namun hal ini tidak terlalu berpengaruh karena semuanya dikembalikan
kepada si anak.
2) Kepribadian
dan gaya/cara pemerolehan bahasa
Kreativitas
seseorang dalam merespon sesuatu sangat menentukan perolehan bahasa, daya
bertutur dan bertingkah laku yang menjadi kepribadian seseorang turut
mempengaruhi sedikit banyaknya variasi-variasi tutur bahasa.
4.
Teori Pemerolehan Bahasa
Mengikuti
penelitan secara empiris, tedapat dua teori utama tentang bagaimana manusia
memperoleh bahasa pertamanya yang diperbincangkan dikalangan para peneliti.
a.
Nativist theory (hipotesis nurani)
Nativist
theory adalah teori yang menyebutkan bahwa manusia mmemperoleh bahasa secara
alamiteori ini kemudian dikenal dengan hipotesis nurani yang dipelopri oleh
leneberg dan chomsky. Teori chomsky ini menegaskan bahwa bahasa merupakan
warisan, manusia sejak lahir sudah dibekali genetik untuk berbahasa. Maka
hipotesis naluri berbahsa merupakan suatu asumsi yang menyatakan bahwa sebagian
atau semua bagian bahasa tidaklah diperoleh atau dipelajari, akan tetapi
ditentukan oleh fitur fitur nurani yang khusus dari organisme manusia.[4]
b.
Learning teory
Teori yang menyatakan bahwa
pemerolehan bahasa melalui proses mempelajari. Sebagai penjelasan lebih lanjut
dari teori ini bisa digambarkan tentang bagaimana seorang bayi mulai
berbahasa. Pada tahapan ketika anak memperoleh sistem sistem
bunyi bahasa ibunya, semula dia mengucapkan sistem bunyi yang ada disemua
bahasa yang ada didunia ini.akan tetapi karena lingkungan telah memberikan
contoh terus menerus terhadap sistem bunyi yang ada pada bahasa ibunya, dan
dimotivasi terus untuk menirukan sistem bahasa ibunya, maka yang akhirnya
dikuasai adalah sistem bahasa ibunya.
B. Pembelajaran
Bahasa
1.
Pengertian
Pembelajaran Bahasa
Pembelajaran (ta’liim/ at tadris)
adalah proses yang identik dengan kegiatan mengajar yang dilakukan oleh
pendidik agar terjadi kegiatan belajar. Dalam kbbi edisi v, pembelajaran
berarti proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.
Bahauddin menjelaskan bahwa pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta
didik agar dapat belajar dengan baik. Sehingga dapat kita tarik kesimpulan, bahwa
pembelajaran bahasa adalah prosses penguasaan bahasa, baik pada bahasa
pertama ataupun bahasa kedua. Proses penguasaan bahasa sendiri, meliputi
penguasaan secara alamiah (acquisition) maupun secara formal (learning)
2.
Tipe
Pembelajaran Bahasa
Menurut Ellis
tipe pembelajaran bahasa terbagi menjai dua, yaitu tipe naturalistik dan tipe
formal.
a.
Tipe naturalistik
Hampir sama
dengan pemerolehan bahasa pertama, tipe naturalistik berlangsung secara alami
yakni di lingkungan. Hanya saja yang membedakannya adalah kesadaran atau
kesengajaannya.
b.
Tipe formal
Formal maksudnya adalah berlangsung
dalam pendidikan dan memiliki sarana prasarana penunjang, seperti sekolah
ataupun kursus.
3.
Faktor-Faktor Penentu dalam
Pembelajaran Bahasa
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pembelajaran bahasa terbagi menjadi yaitu sebagai berikut:[5]
a.
Faktor motivasi
Dalam
kaitannya dengan pembelajaran bahasa kedua, motivasi mempunyai dua fungsi,
yaitu:
1)
Fungsi integratif
. Berfungsi integratif jika motivasi
itu mendorong seseorang untuk mempelajari suatu bahasa karena adanya keinginan
untuk berkomunikasi dengan masyarakat.
2)
Fungsi instrumental
Berfungsi instrumental adalah jika
motivasi itu mendorong pembelajaran untuk memiliki kemauan untuk mempelajari
bahasa kedua itu karena tujuan yang bermanfaat atau karena ingin memperoleh
suatu pekerjaan atau mobilitas sosial pada masyarakat tersebut.
b.
Faktor usia
Dalam hal
kecepatan dan keberhasilan bahasa kedua, dapat disimpulkan:
1)
Anak-anak lebih berhasil dalam
pemerolehan sistem fonologi atau pelafalan dibandingkan orang dewasa
2)
Orang dewasa tampaknya maju lebih
cepat daripada kanak-kanak dalam bidang morfologi dan sintaksis, paling tidak
pada permulaan masa belajar
3)
Kanak-kanak lebih berhasil
dibandingkan orang dewasa, tetapi tidak selalu lebih cepat.
c.
Faktor peyajian formal
Penyajian
bahasa secara formal berpengaruh terhadap kecepatan dan keberhasilan dalam
memperoleh bahasa kedua karena berbagai faktor dan variabel yang telah
dipersiapkan dan diadakan dengan sengaja melalui berbagai perangkat formal
pembelajarannya.
d.
Faktor lingkungan
Lingkungan bahasa dapat dibedakan
menjadi lingkungan formal seperti di kelas dalam proses belajar-megajar dan
artifisial dan lingkungan informal atau natural.
4.
Proses
Pembelajaran Bahasa
a. Proses belajar
bahasa model krashen
1)
Hipotesis pemerolehan dan
pembelajaran bahasa
Yaitu
hipotesis yang menyatakan bahwa anak kecil dalam meguasai bahasa pertama
terjadi secara ambang sadar (sub-consiusness) dan bersifat alamiah.
Proses ini disebut pemerolehan (acquisition). Orang dewasa dalam proses
menguasai bahasa kedua atau bahasa asing terjadi secara sadar (consiusness)
melalui bentuk-bentuk bahasa dan mewujudkannya dalam bentuk verbal. Orang
dewasa mengusai bahasa melalui kaidah-kaidah formal bahasa. Proses ini disebut
dengan belajar (learning). Adapun identifikasi proses penguasaan bahasa
oleh kanak-kanak dan orang dewasa adalah sebagai berikut:
a)
Proses penguasaan bahasa anak
i.
Proses terjadi secara ambang sadar
pada pemerolehan bahasa pertama
ii.
Komunikasi terjadi secara alamiah
iii.
Keberhasilan belajar bahasa bagi
anak tidak mungkin dihindari
iv.
Pembelajar tidak dapat menyebut
aturan tata bahasa
v.
Tidak diperkuat oleh pengajaran,
uraian tentang tatabahasa, dan tidak ada koreksi
vi.
Proses diatur oleh strategi
universal yang disebut lad (language acquisition device)
b)
Proses penguasaan bahasa orang
dewasa
i.
Proses ini terjadi pada saat orang
dewasa belajar bahasa kedua
ii.
Proses terjadi secara sadar dan
terjadi secara internalisasi aturan tatabahasa
iii. Kemampuan
yang dimiliki merupakan hasil dari pengajaran
iv. Proses
penguasaan bahasa tidak mungkin dihindari
v.
Pembelajaran memiliki
rumusan-rumusan aturan tatabahasa
Berdasarkan pendapat krashen
tersebut secara jelas dapat dilihat bahwa proses pemerolehan dan pembelajaran
bahasa benar-benar dipisahkan. Tapi dalam kenyataannya dalam proses belajar di
sekolah pun sesungguhnya terjadi proses pemerolehan di sela-sela proses
belajar.
2) Hipotesis
urutan alamiah
Hipotesis
yang menyatakan bahwa kemampuan berbahasa seseorang itu berjenjang secara
alamiah dan bersifat universal.penjejahan alamiah menunjukkan bahwa
bentuk-bentuk bahasa yang sederhana akan dikuasai terlebih dulu oleh anak
sebelum menguasai bentuk-bentukyang lebih rumit.
3)
Hipotesis monitor
Hipotesis monitor bahwa kegiatan
berbahasa melalui kaidah-kaidah kebahasaan yang dipelajari secara sadar hanya
berfungsi sebagai monitor dan editor.proses moniyor hanya dapat berlangsung
apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
a)
Ada waktu yang cukup bagi pembelajar
untuk memilih dan menerapkan kaidah yang dipelajarinya
b)
Difokuskan pada bentuk-bentuk bahasa
yang benar menurut kaidah
c)
Pembelajaran harus memahami dan
menguasai kaidah bahasa yang dipelajarinya secara benar
4)
Hipotesis input
Hipotesis inputmenyatakan bahwa
kemampuan berbahasa (out put) seseorang bergantung kepada masukannya. Jika
masukannya benar, maka keluarannya pun juga akan benar. Dalam proses penguasaan
bahasa pada aspek menyimak dan membaca pemahaman memiliki peranan penting
dalam progam belajar bahasa, dan kemampuan berbicara dan menulis dalam bahasa
kedua akan mengair dari kedua aspek tersebut.
5)
Hipotesis filter afektif
Semakin
besar saringan afektif pembelajar akan semakin sukar menguasai bahasa
kedua.wujud dari saringan afektif yang semakin besar adalah berupa hambatan
psikologis (inhibisi) seseorang, misalnya rasa malu, cemas, rasa takut.
b.
Proses belajar bahasa model
bialystok
proses belajar bahasa model bialystok diorganisasikan dalam 3 tataran, yaitu
input, knowladge dan out put.
1)
Tataran input
Tataran
input berupa pengalaman berbahasa pembelajaran yang telah dipajari melalui
belajar membaca dan berbicara.
2)
Tataran knowledge
Tataran knowledgeberupa cara penyimpanan informasi.cara penyimpanannya meliputi
penyimpanan implisit berupa pengetahuan intuitif. Cara penyimpanan eksplisit
berupa pengetahuan bahasa secara sadar dan cara penyimpanan informasi eksplisit
berupa pengetahuan bahasa secara sadar. Pengetahuan eksplisit mempunyai 3
fungsi, yaitu :
a)
Sebagai dasar informasi baru sebelum
disimpan dalam pengetahuan implisit
b)
Sebagai gudang informasi
c)
Sebagai sistem artikulasi untuk
pengethuan implisit yang mungkin dipakai secara eksplisit.
Sedangkan pengetahuan
implisit hanya mempunyai satu fungsi, yaitu untuk menyimpan semua informasi tentang
bahasa target yang diperlukan untuk mengungkapkan dan memahami bahasa.
3)
Tataran out put
Tataran out
put merupakan gambaran pemahaman dan pengungkapan bahasa.pengungkapan bahasa
dibedakan dalam dua tipr yaitu pengungkapan spontan dan pengungkapan lambang.
Adapun
strategi yang disarankan oleh balystok ada 4 tipe, yaitu :
a)
Praktek formal yaitu pembelajar
membaca untuk menambah pajanan bahasa.
b)
Praktek informal yaitu pajanan
bahasa yang diperoleh dalam komunikasi alamiah.
c)
Strategi monitoring, yaitu pengetahuan
sadar pemakaian bahasa oleh pembelajar untuk memperbaiki pengungkapan bahasa.
d)
Inferensi (penyimpulan), yaitu
proses pengujian hipotesis mengenai pengetahuan bahasa yang tidak dikenal
sebelumnya.
c.
Proses belajar model steviks
Steviks mengikuti
jejak krashen dan bialystok untuk menggeluti tori monitor.istilah steviks untuk
menggambarkan prose penguasaan bahasa digambarkan dalam bentuk diagram
levertove machine (mesin tenaga).Diagram penguasaan bahasa yang digambarkan
oleh steviks menggambarkan ciri-ciri sebagai berikut:
1)
Hasil belajar disimpan dalam gudang
pemerolehan
2)
Belajar bahasa bisa menjadi bahan
out put
3)
Peranan dan fungsi pemerolehan dan
belajar tidak terlalu terpisah secara ketat.
4)
Dalam situasi tertentu seseorang
mungkin dapat berbicara sangat lancar, tetapi pada waktu lain mekn sangat
lamban.hal ini terjadi jika proses monitor sedang berlangsung.
C. Perbedaan
Pemerolehan dan Pembelajaran Bahasa
Pemerolehan bahasa biasanya
dibedakan dengan pembelajaran bahasa:
1.
Pembelajaran bahasa berkaitan dengan
proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa
kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi,
pemerolehanbahasaberkenaandenganbahasapertama,
sedangkanpembelajaranbahasaberkenaandenganbahasakedua.
2.
Pemerolehan secara bawah sadar dan
alamiah, sedangkan pembelajaran sadar dan disengaja.
3.
Pemerolehan bahasa lebih dominan
makna proses mengetahui, sedangkan pembelajaran dominan kepada proses memahami
setelah mengetahui.
Melihat dari pendapat krashen
(1976), dapat disimpulkan juga perbedaan pemerolehan dan pembelajaran bahasa:
Pemerolehan
bahasa:
1.
Proses terjadi secara ambang sadar
pada pemerolehan bahasa pertama.
2.
Komunikasi terjadi secara alamiah
3.
Keberhasilan belajar bahasa bagi
anak tidak mungkin dihindari
4.
Pembelajar tidak dapat menyebut
aturan tata bahasa
5.
Tidak diperkuat oleh pengajaran,
uraian tentang tatabahasa, dan tidak ada koreksi
6.
Proses diatur oleh strategi
universal yang disebut lad (language acquisition device)
[1]Halijah, Abd dan Hamid, Bagaimana Manusia Memperoleh Bahasa, (Jakarta:
Pelita Bahasa, 2006), h. 29
[2]Prastyaningsih, Luluk Sri
Agus, Teori Belajar Bahasa, (Malang: FKIP Unisma, 2001), h. 89
[3]Abdul Chaer dan Leoni
Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal,
(Jakarta: Rineka
Cipta,
1995), h. 244
[4]Abdul Chaer,
Psikolinguistik Kajian Teoretik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 168
No comments:
Post a Comment